Ok, mari kita lanjutkan bahasan kita kemaren tentang kapan waktu yang tepat untuk buy/sell :-) Kemaren kita sudah membahas tentang prinsip atau patokan pertama untuk buy/sell yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun). Singkatnya dengan patokan ini, kita hanya mengikuti saja trend yang sedang berjalan.
Kali ini, mari kita bahas patokan yang kedua: Buy di lembah (saat harga “di bawah”), Sell di puncak (saat harga “di atas”). Ide dasar dari pemikiran ini adalah untuk memanfaatkan “seluruh” trend yang ada.
Seorang temen trader pernah mengatakan, gak enak klo cuma sekedar mengikuti trend yang sedang/sudah berjalan atau kita masuk di tengah-tengah trend. Masuk di tengah-tengah trend, apalagi trend yang lagi kenceng-kencengnya, ibaratnya klo seperti naik bus, kita loncat masuk ke bus yang sedang berjalan Sudah resiko jatuhnya tinggi (spread biasanya melebar), belum tentu juga setelah kita masuk ke bus itu, busnya akan terus jalan (jangan-jangan trend-nya sudah akan berakhir). Nah, gimana tuh? )
Bukannya lebih enak seandainya kita tahu “awal” dari sebuh trend sehingga kita bisa “menaiki” trend tersebut dari awal hingga akhir? Bisakah atau mungkinkah hal tersebut kita lakukan?
Hmm.. kalo kata para master, kita bisa melakukan hal tersebut dengan divergence trading Divergence dapat dilihat dengan membandingkan price action dan pergerakan dari indicator. Terserah anda mau pake indicator mana: MACD, RSI, stochastic atau indicator lain sejenisnya. Dengan memperhatikan perbedaan antara pergerakan harga dan pergerakan indicator kita bisa mengidentifikasi kapan saat trend akan melambat dan/atau berbalik arah.
Patokan untuk divergence trading dapat dilihat dalam gambar berikut:
Ok deh… lain kali aja kita lanjutkan bahasan tentang divergence trading ini Sementara kita teruskan dulu perbincangan kita tentang prinsip buy di lembah dan sell di puncak tadi )
Sebenernya prinsip buy di lembah dan sell di puncak bisa juga kita terapkan secara sederhana apabila market sedang dalam kondisi sideways. Cukup dengan mengindentifikasi high-low, kita bisa “nyopet pips” dengan melakukan buy saat harga di low dan buy saat harga di high. Atau, bisa dengan bantuan indicator parabolic SAR, Moving Average dan W%R seperti gambar berikut:
Buy di lembah dan sell di puncak dengan bantuan indicator seperti di atas memang cocok untuk time frame rendah dan saat kondisi market sideways, jadi… harap anda berhati-hati kondisi sideways biasanya diakhiri dengan breakout dimana harga melejit naik atau menukik tajam. Jangan sampai kita malahan terjebak buy di puncak, sell di lembah… hihihi…
Nah, sekarang kita sudah membicarakan dua patokan dasar untuk Buy/Sell, yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun) dan/atau Buy di lembah (saat harga “di bawah”), Sell di puncak (saat harga “di atas”).
Apapun posisi yang anda ambil, mungkin perlu saya ingatkan lagi tentang perlunya margin management yang intinya menjaga kekuatan margin agar sebisa mungkin terhindar dari MC. Selain margin management, perlu juga dijaga agar kita tidak terjebak over-self confidence Sering saya denger temen trader yang main hantam buy saat trend sedang turun dan hantam sell saat harga sedang naik. Iya sih… mungkin dia yakin bahwa setelah naik nantinya harga pasti akan turun dan setelah turun pasti harga naik ) tapi, who knows? Belum tentu di seberang gunung ada lembah dan di seberang lembah ada gunung… Bisa jadi di seberang lembah bukannya gunung, tapi malahan lautan dengan palungnya yang dalam… hihihi…
Kali ini, mari kita bahas patokan yang kedua: Buy di lembah (saat harga “di bawah”), Sell di puncak (saat harga “di atas”). Ide dasar dari pemikiran ini adalah untuk memanfaatkan “seluruh” trend yang ada.
Seorang temen trader pernah mengatakan, gak enak klo cuma sekedar mengikuti trend yang sedang/sudah berjalan atau kita masuk di tengah-tengah trend. Masuk di tengah-tengah trend, apalagi trend yang lagi kenceng-kencengnya, ibaratnya klo seperti naik bus, kita loncat masuk ke bus yang sedang berjalan Sudah resiko jatuhnya tinggi (spread biasanya melebar), belum tentu juga setelah kita masuk ke bus itu, busnya akan terus jalan (jangan-jangan trend-nya sudah akan berakhir). Nah, gimana tuh? )
Bukannya lebih enak seandainya kita tahu “awal” dari sebuh trend sehingga kita bisa “menaiki” trend tersebut dari awal hingga akhir? Bisakah atau mungkinkah hal tersebut kita lakukan?
Hmm.. kalo kata para master, kita bisa melakukan hal tersebut dengan divergence trading Divergence dapat dilihat dengan membandingkan price action dan pergerakan dari indicator. Terserah anda mau pake indicator mana: MACD, RSI, stochastic atau indicator lain sejenisnya. Dengan memperhatikan perbedaan antara pergerakan harga dan pergerakan indicator kita bisa mengidentifikasi kapan saat trend akan melambat dan/atau berbalik arah.
Patokan untuk divergence trading dapat dilihat dalam gambar berikut:
Ok deh… lain kali aja kita lanjutkan bahasan tentang divergence trading ini Sementara kita teruskan dulu perbincangan kita tentang prinsip buy di lembah dan sell di puncak tadi )
Sebenernya prinsip buy di lembah dan sell di puncak bisa juga kita terapkan secara sederhana apabila market sedang dalam kondisi sideways. Cukup dengan mengindentifikasi high-low, kita bisa “nyopet pips” dengan melakukan buy saat harga di low dan buy saat harga di high. Atau, bisa dengan bantuan indicator parabolic SAR, Moving Average dan W%R seperti gambar berikut:
Buy di lembah dan sell di puncak dengan bantuan indicator seperti di atas memang cocok untuk time frame rendah dan saat kondisi market sideways, jadi… harap anda berhati-hati kondisi sideways biasanya diakhiri dengan breakout dimana harga melejit naik atau menukik tajam. Jangan sampai kita malahan terjebak buy di puncak, sell di lembah… hihihi…
Nah, sekarang kita sudah membicarakan dua patokan dasar untuk Buy/Sell, yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun) dan/atau Buy di lembah (saat harga “di bawah”), Sell di puncak (saat harga “di atas”).
Apapun posisi yang anda ambil, mungkin perlu saya ingatkan lagi tentang perlunya margin management yang intinya menjaga kekuatan margin agar sebisa mungkin terhindar dari MC. Selain margin management, perlu juga dijaga agar kita tidak terjebak over-self confidence Sering saya denger temen trader yang main hantam buy saat trend sedang turun dan hantam sell saat harga sedang naik. Iya sih… mungkin dia yakin bahwa setelah naik nantinya harga pasti akan turun dan setelah turun pasti harga naik ) tapi, who knows? Belum tentu di seberang gunung ada lembah dan di seberang lembah ada gunung… Bisa jadi di seberang lembah bukannya gunung, tapi malahan lautan dengan palungnya yang dalam… hihihi…
No comments:
Post a Comment